Minggu, 07 November 2010

Technopreneurship di Era Globalisasi

D.1 Definisi Technopreneurship
Menurut Antonius Tanan(2008,p97), istilah technopreneurship merupakan gabungan dari dua kata yakni teknonolgi dan enterpreneur. Kata teknologi berasal dari bahasa yunani yang berarti tindakan sitematis dari sebuah kecakapan, termasuk seni. Sedangkan enterpreneur merupakan tindakan komersialisasi terhadap suatu produk. Sehingga Tanan menyimpulkan bahwa technopreneurship merupakan suatu proses komersialisasi produk-produk teknologi yang kurang berharga menjadi berbagai produk yang bernilai tinggi sehingga menarik minat konsumen untuk membeli atau memilikinya.
Menurut Tata sutarbi (2009) menyatakan bahwa technopreneurship merupakan proses dan pembentukan usaha baru yang melibatkan teknologi sebagai basisnya, dengan harapan bahwa penciptaan strategi dan inovasi yang tepat kelak bisa menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor untuk pengembangan ekonomi nasional.

D.2 Definisi Technopreneur
Menurut Tanan technopreneur merupakan orang-orang yang dengan semangat enterpreneur memasarkan produk-produk teknologi.
Adapun contoh dari para technopreneur yang realisasi dari hasil kerja kerasnya dapat dirasakan oleh masyarakat dimasa sekarang yaitu:
• Mark Zuckerberg, Eduardo Saverin, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes merancang dan mengembangkan teknologi jaringan sosial yang berbasis web yang mereka namakan FACEBOOK.
• Steve Chen, Chad Hurley dan Jawed Karim merancang dan mengembangkan YOUTUBE sebagai media berbagi video di antara masyarakat.
• Bill Joy merancang dan mengembangkan Sun Microsystem
• Bill Gates merancang dan mengembangkan MICROSOFT.
• Jeff Bezos merancang dan mengembangkan sistem penjualan buku secara online yang diberi nama AMAZONE.COM.
• Dll

D.3 Produk-produk Technopreneurship
Sebagai sebuah usaha yang berlandaskan bisnis, technopreneurship memiliki berbagai produk yang tentunya dapat digunakan oleh masyarakat luas. Adapun bentuk-bentuk dari produk technopreneurship antara lain:
• Software
Software atau piranti lunak merupakan sebuah produk yang diciptakan untuk membantu menjalankan berbagai fungsi dan tugas manusia yang dijalankan dalam sistem komputer. Menurut jenisnya software terdiri atas:



- Close Software
Tidak diperkenankan dengan alasan apapun untuk menggunakan software ini tanpa ada izinnya(lisence).
- Share Software
Software yang dapat digunakan oleh siapapun yang diberikan secara Cuma-Cuma oleh produsen software.
- Free Software
Software yang dapat diunduh secara gratis oleh siapa saja. Sebenarnya software jenis ini tidak untuk dikomersialisasikan.
- Open Source
Merupakan sekumpulan software yang pendistribusiannya dilakukan secara Cuma-Cuma, bebas dimodifikasi namun tetap terintegritas pada pencipta kode sumber.

• Hardware
Hardware atau piranti keras merupakan komponen komputer yang bekerja secara elektronik, yang bertugas melakukan berbagai operasi yang memastikan sistem komputer berjalan dengan semestibya. Adapun bagian-bagian hardware tersebut.
- input divice (unit masukan)
misalnya: keyboard, mouse, joystic, dll.
- Process device (unit Pemrosesan)
Misal: motherboard
- Output device (unit keluaran)
Misal: printer
- Backing Storage ( unit penyimpanan)
Misal: harddisk, floppydisk dll.
- Periferal ( unit tambahan)
Misal: berbagai aksesoris.

D.4 Konsep Technopreneurship
Di era persaingan global yang sangat ketat, inovasi usaha harus diiringi dengan berbagai macam rekayasa teknologi agar dapat melipatgandakan performa dari usaha tersebut. Pemanfaatan teknologi mutakhir tepat guna dalam pengembangan usaha yang berdasarkan pada jiwa entrepreneur yang mapan akan dapat mengoptimalkan proses sekaligus hasil dari unit usaha yang dikembangkan. Inilah yang disebut technopreneurship: sebuah kolaborasi antara penerapan teknologi sebagai instrumen serta jiwa usaha mandiri sebagai kebutuhan. Technopreneurship adalah suatu karakter integral antara kompetensi penerapan teknologi serta spirit membangun usaha. Dari sini, tumbuhlah unit usaha yang teknologis: unit usaha yang memanfaatkan teknologi aplikatif dalam proses inovasi, produksi, marketisasi, dan lain sebagainya.
Menanamkan jiwa entrepreneurship bukan perkara yang mudah, karena ini berhubungan dengan dua hal kompleks yang perlu ditanamkan, yakni kesadaran teknologi, dan semangat entrepreneurship. Dua hal ini memiliki karakteristik yang spesifik dalam masing-masing pengembangannya. Oleh karena itu, untuk membentuk ketiga hal tersebut, penulis membaginya menjadi tiga tahapan:
1. Teknologi
Seperti yang dijelaskan di awal, teknologi memiliki kebutuhan yang erat dalam penguasaan keilmuan dan penerapannya. Proses ini diperlukan untuk mendapatkan otoritas teknologi yang diakui eksistensinya. Penyaluran keilmuan serta teknis rekayasa ini didapatkan melalui proses pendidikan di universitas. Proses pendidikan hingga memiliki kompetensi yang mumpuni inilah yang disebut authorization. Setelah memiliki kompetensi yang memadai, ilmu dan berbagai macam teori harus bisa dimanfaatkan, baik secara luas maupun sempit. Pemanfaatan ini tidak harus menghasilkan produk nyata, namun dapat berupa konsep dan ide pengembangan dari teori tersebut. Proses ini disebut utilization.
Berdasarkan sifatnya yang aplikatif, untuk dapat menjadi teknologi, ilmu-ilmu yang dipelajari harus dapat diimplementasikan. Implementasi ini berupa karya nyata yang dapat dimanfaatkan secara langsung dalam usaha keseharian manusia. Proses rekayasa teknologi menjadi produk yang bisa dimanfaatkan secara langsung merupakan tujuan akhir dari pengaplikasian sains dan keilmuan. Tahap ini disebutimplementation. Lalu, teknologi yang telah dihasilkan harus dapat dikolaborasikan dengan kebutuhan yang ada, agar tepat guna dan bermanfaat secara luas sekaligus spesifik. Proses ini disebut collaboration.




2. Entrepreneurship
Untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship diperlukan beberapa tahapan, antara lain internalization, paradigm alteration, spirit initiation, dan competition.Internalization adalah tahapan penanaman jiwa entrepreneurship melalui konstruksi pengetahuan tentang jiwa entrepreneurial serta medan dalam usaha. Tahap ini berkutat pada teori tentang kewirausahaan dan pengenalan tentang urgensinya. Setelah itu, paradigm alteration, yang berarti perubahan paradigma umum. Pola pikir pragmatis dan instan harus diubah dengan memberikan pemahaman bahwa unit usaha riil sangat diperlukan untuk menstimulus perkembangan perekonomian negara, dan jiwa entrepreneurship berperan penting dalam membangun usaha tersebut. Di tahap ini diberikan sebuah pandangan tentang keuntungan usaha bagi individu maupun masyarakat.
Setelah pengetahuan telah terinternalisasi dan paradigma segar telah terbentuk, diperlukan sebuah inisiasi semangat untuk mengkatalisasi gerakan pembangunan unit usaha tersebut. Inisiasi ini dengan memberikan bantuan berupa modal awal yang disertai monitoring selanjutnya. Lalu, perlu digelar sebuah medan kompetisi untuk dapat mengembangkan usaha tersebut dengan baik.
3. Technopreneurship
Setelah memiliki kompetensi teknologi dan jiwa entrepreneurship, hal terakhir yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikannya. Teknologi yang telah dimiliki kita kreasikan dan inovasikan untuk menyokong pengembangan unit usaha. Hal ini dapat dilakukan secara nyata dalam proses produksi (contoh: Microsoft), marketing (contoh: e-Bay), accounting, dan lain sebagainya. Kreativitas dan pemanfaatan teknologi dengan tepat adalah hal utama dalam mengembangkan jiwa technopreneurship.

D.5 Karakteristik Enterpreneur
Sebagai sebuah kolaborasi dari sebuah konsep, technopreneurship tidak terlepas dari karakter enterpreneurship. Adapun karakter-karakter yang dimiliki oleh seorang enterpreneurship antara lain:
• Melakukan hal-hal yang tidak mencari keuntungan semata
• Merasa nyaman bekerja dengan atau menggunakan teknologi
• Selalu mengeksploitasi ketidakpastian
• Penemu bukan semata-mata meniru atau memungut dari alam
• Tidak berhenti pada peluang, tetapi membangun institusi
• Seorang yang berani menghadapi resiko
• Berfikir simpel
• Rela tubuh dari bawah
• Tahu apa artinya cash on hand
• Modal utamanya bukanlah selalu uang
D.6 Technopreneur di Asia
Jika kita menengok ke 2 -3 dekade yang lalu, maka sebut saja Taiwan, Korea Selatan dan Singapura masih digolongkan sebagai Negara Berkembang. Namun sekarang Negara-negara ini telah menjadi Negara maju dengan perekonomian yang didasarkan pada Industri teknologi. Perkembangan Korea diawali dengan industri tradisional kemudian diikuti oleh industri semikonduktor. Sedangkan Singapura memiliki kontrak di bidang elektronik dengan perusahaan-perusahaan barat kemudian diikuti juga oleh manufaktur semikonduktor. Taiwan terkenal dengan industri asesoris Komputer Pribadi (PC). Rahasia lain yang membuat perkembangan negara-negara ini melejit adalah adanya inovasi.
Inovasi di bidang Teknologi Informasi inilah yang juga membuat India berkembang dan menjadi incaran industri dunia barat baik bagi outsourcing maupun penanaman modal. Contoh teknologi yang dikembangkan oleh India adalah sebuah Handheld PC yang disebut sebagai Simputer. Simputer dikembangkan untuk pengguna pemula dan dari sisi finansial adalah pengguna kelas menengah bawah. Simputer dijalankan oleh prosesor berbasis ARM yang murah dan menggunakan Sistem Operasi berbasis opensource. Harga di pasaran adalah sekitar $200.
Inovasi India yang luar biasa datang dari perusahaan Shyam Telelink Ltd. Shyam Telelink memperlengkapi becak dengan telefon CDMA yang berkekuatan 175 baterai. Becak inipun diperlengkapi juga dengan mesin pembayaran otomatis. Penumpang becak bisa menelpon dan tariff yang dikenakan adalah sekitar 1.2 rupee per 20 menit. Lalu perusahaan ini mempekerjakan orang yang tidak memiliki keahlian untuk mnegemudikan becak. Upah para pengemudi becak tidak didasarkan pada gaji yang tetap namun merupakan komisi sebesar 20% dari tiap tarif telfon yang diperoleh.
Di Filipina, perusahaan telefon SMART mengembangkan metode untuk melayani transfer pengiriman uang dari para pekerja Filipina yang diluar negeri melalui telefon seluler dengan SMS. Menurut laporan Asian Development Bank (ADB), SMART dapat meraup sekitar US $14 – 21 trilyun per tahunnya dari biaya transfer program ini.
China mengikuti jejak yang sama. Perusahaan-perusahaan China mulai menunjukkan kiprahnya di dunia internasional. Akuisisi IBM oleh perusahaan China Lenovo di tahun 2004 dan akuisisi perusahaan televisi Perancis Thomson oleh Guangdong membuktikan bahwa technoprenuership di China semakin kukuh.
Studi Posadas menunjukkan bahwa technopreneurship di Asia berkembang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, faktor inovasi yang diinsiprasikan oleh Silicon Valley. Jika revolusi industri Amerika di abad 20 yang lalu dipicu oleh inovasi yang tiada henti dari Silicon valley, maka negara-negara Asia berlomba untuk membangun Silicon Valley mereka sendiri dengan karakteristik dan lokalitas yang mereka miliki.
Kedua, Inovasi yang dibuat tersebut diarahkan untuk melepaskan diri dari ketergantungan dunia barat. Sebagian besar teknologi yang diciptakan oleh dunia barat diperuntukkan bagi kalangan atas atau orang/instansi/perusahaan yang kaya dan menciptakan ketergantungan pemakaiannya. Sementara itu sebagian besar masyarakat (baca pasar) Asia belum mampu memenuhi kriteria pasar teknologi barat tersebut. Masih banyak masyarakat asia yang memiliki penghasilan dibawah $1 per hari, sehingga mereka tidak memiliki akses ke teknologi yang diciptakan oleh dunia barat. Ini merupakan peluang yang besar bagi para teknopreneur untuk berinovasi dalam menciptakan sebuah produk teknologi yang menjangkau masyarakat marginal.
D.6 Technopreneurship di Indonesia
Sebagian besar wacana di negara kita mengarahkan Technopreneurship seperti dalam definisi kedua di atas. Baik dalam seminar, lokakarya dan berita, maka bisa dijumpai bahwa pemakaian teknologi Informasi dapat menunjang usaha bisnis. Terlebih dimasa krisis global seperti sekarang ini, maka peluang berbisnis lewat Internet semakin digembar-gemborkan. Ada kepercayaan bahwa Technopreneurship menjadi solusi bisnis dimasa lesu seperti ini. Sebagai contoh, penggunaan Perangkat Lunak tertentu akan mengurangi biaya produksi bagi perusahaan Meubel. Jika sebelumnya, mereka harus membuat prototype dengan membuat kursi sebagai sample dan mengirimkan sample tersebut, maka dengan pemakaian Perangkat Lunak tertentu, maka perusahaan tersebut tidak perlu mengirimkan sample kursi ke pelanggan, namun hanya menunjukkan desain kursi dalam bentuk soft-copy saja. Asumsi ini tidak memperhitungkan harga lisensi software yang harus dibeli oleh perusahaan meubel tersebut.
Jika technopreneurship dipahami seperti dalam contoh-contoh ini, maka kondisi ini menyisakan beberapa pertanyaan: Apakah benar technopreneurship mampu menjadi solusi bisnis di masa kini? Akan dibawa kemanakah arah technoprenership di negara kita? Menurut hemat penulis, technopreneurship yang dipahamai dalam makna yang sesempit ini justru akan menjadi bumerang bagi pelaku bisnis, karena ini akan menciptakan ketergantungan terhadap teknologi buatan barat. Dan ini tidak sejalan dengan semangat technopreneurship yang dikembangkan oleh negara-negara Asia lainnya. Selain itu, inovasi yang berkembang belum mampu melepas ketergantungan tersebut karena masih berskala individu, seperti inovasi dan kreatifitas dalam pembangunan website, penggunaan teknologi web 2.0 sebagai media promosi. Inovasi yang diharapkan adalah inovasi dalam pengembangan kapasitas lokal dengan basis teknologi dari dunia barat, sehingga hasil inovasi tersebut mampu melepaskan kita dari kungkungan ketergantungan penggunaan lisensi dan ketergantungan teknologi barat.
Untuk dapat menuju ke arah yang sama seperti neagara-negara tetangga kita lainnya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melakukan dekonstruksi pemahaman Technopreneurship. Ini penting sekali karena kita semua tahu bahwa persepsi menentukan aksi. Dengan pemahaman technopreneurship seperti dalam definisi pertama maka akan memungkinkan bermunculannya para technopreneurship sejati yang akan membawa negara kita berjalan bersama-sama dengan India, Korea Selatan maupun taiwan.
D.7 Tecnopreneurship dalam Era Open Source
Technopreneurship sebagai sebuah usaha dalam mengembangkan inovasi dan kreatifitas khususnya dalam teknologi informasi, telah menjadi sarana baru bagi masyarakat untuk menumbuhkan sektor riil. Technopreneurship telah membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Hal ini tentu mampu meningkatkan perekonomian suatu negara. Dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan technopreneurship mampu terus berkembang demi kemajuan kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi telah membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Selain mampu membangun peradaban yang lebih cerdas, keberadaan dan perkembangan teknologi informasi telah mengembangkan perekonomian dunia. Oleh sebab itu diharapkan orang – orang yang bekerja dalam bidang ini semakin banyak dan semakin inovatif sehingga mampu mewujudkan dan menciptakan ide-ide baru yang berguna bagi masyarakat.
Sebagai bentuk dari inovasi yang terus berkembang, teknologi Open Source telah lahir untuk memberikan wadah inovasi bagi seluruh masyarakat. Dengan lahirnya teknologi ini masyarakat tidak lagi dibatasi dengan berbagai aturan yang menghambat kreativitasnya. Selain tidak merugikan bagi siapapun teknologi ini telah memberikan keuntungan bagi banyak pihak, diantaranya perkembangan bisnis di sektor teknologi informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar